PAI
▼
Senin, 21 Mei 2018
My Profil
Nama : Yoko Sutiyono
TTL : Pekalongan, 10 februari 1998
Alamat :
Pekalongan – Jawa Tengah – Indonesia
Pekerjaan : Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Agama Islam – Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan - IAIN PEKALONGAN
Hoby : Badminton,
mengarang, dan menulis
FB :
Yoko-yok
Minggu, 13 Mei 2018
KISAH KETELADANAN SAHABAT USMAN BIN ‘AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB
Utsman adalah bagian dari sahabat terbaik Nabi S.A.W, ia tumbuh menjadi pribadi yang lembut kepada
sesama mukmin. Hatinya sering tersentuh menyaksikan keadaan mereka. Ia selalu
berusaha membantu kesulitan rakyat dan menghilangkan kesedihan mereka, rajin menyambung
silaturrahim, memuliakan tamu, memberi pekerjaan kepada orang fakir, membantu
yang lemah dan berusaha menghindarkan
kesulitan mereka. Ia dikenal penyabar, ramah, dan murah hati, selalu memaafkan
kesalahan orang lain. Teladan seluruh tingkah lakunya adalah Rasulullah SAW. Ia
mencontoh perkataan, perbuatan dan
perilaku Nabi SAW.
Ada banyak peristiwa yang
menunjukkan kesabaran dan ketabahan jiwanya. Dalam setiap kesempatan, ia selalu
mendahulukan sikap santun dan maaf, murah
hati dan tidak bergantung pada dunia. Alih-alih diperbudak dunia, ia menjadikan
dunia sebagai sarana untuk mengamalkan akhlak mulia, terutama sikap
mengutamakan orang lain di atas kepentingan sendiri. Ia tidak dikuasai dunia
sehingga ia tidak menjadi orang yang egois
yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang
lain.
Materi dunia yang melimpah tak mampu
mengikat atau membelenggu Utsman ibn Affan untuk mencintai dunia. Ia selalu
menempatkan Allah dan Rasul-Nya di urutan yang paling tinggi. Hatinya tak
pernah terikat kepada dunia sehingga ia dapat setiap saat melepaskan semua
miliknya demi kepentingan Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, ia termasuk orang
yang paling berhak atas apa yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur’an: “dan
barang siapa terjaga dari sikap kikir, mereka itulah orang-orang yang
beruntung” (Q.S. AtTaghabun).
Tentu saja ia berhak mendapatkan
balasan yang mulia itu karena ia terbiasa membebaskan seorang budak setiap
Jumat. Suatu hari Thalhah menyusul Utsman sekeluarnya dari masjid. Thalhah
berkata, “Aku sudah punya lima puluh ribu dirham yang kupinjam darimu. Aku
akan mengutus seseorang untuk menyerahkannya kepadamu.”Utsman menjawab, “Biarlah
semua itu kuberikan kepadamu, karena kebaikan akhlakmu.”
Juga dikisahkan bahwa sebelum Nabi
datang ke Madinah, di sana ada sumur
yang disebut sumur Rawmah. Air sumur itu sangat tawar. Setiap orang yang
ingin minum dari sumur itu harus membelinya. Sumur itu milik seorang Yahudi.
Ketika umat Islam semakin berat dihimpit kesulitan, Rasulullah menyerukan tawaran,
“Barang siapa membeli sumur Rawmah, baginya surga.”
Mendengar pernyataan itu, Utsman
bergegas ingin mendapatkan surga. Ia memberanikan diri membeli sumur itu
seharga 35.000 dirham. Ia menggratiskan
siapa saja untuk memanfaatkan air sumur itu, baik yang kaya, miskin, atau pun para
musafir. Inilah
Pada masa pemerintahan Al-Faruq,
kaum muslim dilanda paceklik. Karena beratnya kehidupan yang harus dihadapi,
tahun itu disebut tahun kelabu. Ketika nestapa semakin memuncak, orang-orang
menghadap Umar r.a. dan berkata, “Wahai Khalifah, langit tak menurunkan
hujan dan enggan menumbuhkan tanaman. Kita hampir binasa. apa yang harus kita
lakukan?”Umar memandangi mereka dengan wajah pilu. Ia berkata, “Sabar
dan bertahanlah. Aku berharap Allah memberikan jalan keluar dari keadaan ini
sebelum malam tiba.”
Sore harinya terdengar kabar bahwa
kafilah dagang Utsman ibn Affan telah kembali dari Syria dan akan tiba di
Madinah esok pagi. Usai shalat Subuh, orang-orang menyambut kafilah itu. Seribu
unta membawa gandum, minyak samin, dan kismis. Seluruh rombongan kafilah dan
kendaraannya berkumpul di depan rumah Utsman ibn Affan r.a. Ketika para buruh
sibuk menurunkan barang dagangan, para pedagang bergegas menemui Utsman. Mereka
berkata, “Kami akan membeli semua yang engkau bawa, wahai Abu Amr.”
Utsman menjawab, “Dengan senang
hati dan aku merasa terhormat. Tetapi, berapa kalian akan memberiku
keuntungan?” Mereka berkata, “Untuk satu dirham yang engkau beli, kami
memberimu dua dirham.” “Aku bisa mendapat lebih dari itu.jawab Utsman”. Lalu mereka
kembali menaikkan harga. Utsman berkata, “Aku masih bisa mendapat lebih dari
yang kalian tawarkan.” Mereka menaikkan harga lagi. Utsman berkata, “Aku
masih bisa mendapatkan lebih dari itu.” Mereka berkata, “Wahai Abu Amr, Siapakah
yang berani memberimu keuntungan lebih dari tawaran kami?.”
Utsman menjawab: “Allah SWT. memberiku keuntungan
sepuluh kali lipat dari setiap dirham yang kubelanjakan. Adakah diantara kalian
yang berani memberiku keuntungan lebih dari itu?” “Tidak, wahai Abu Amr.”
“Aku bersaksi kepada Allah, semua
yang dibawa kafilah ini kusedekahkan kepada fakir miskin di kalangan umat
Islam. Aku tidak mengharapkan bayaran sepeser pun. Kulakukan semua itu
semata-mata mengharapkan pahala dan keridhoan Allah SWT”. Inilah karakter Usman bin Affan yang termaktu dalam firman
Allah:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ
وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ
فَأُولَئِكَ هُم الْمُفْلِحُونَ (9)
"Dan mereka mendahulukan kepentingan orang lain (rakyat)
di atas kepentingan mereka sendiri. Dan barang siapa yang terjaga dari
kekikiran dirinya, maka dialah orang-orang yang beruntung (Q.S AlHasyr: 9)
Itu gambaran keimanan dan
kedermawanan Utsman ibn Affan. Sebanyak apapun harta dunia yang dimiliki,
semuanya tidak berarti di hatinya. Bagi para sahabat Nabi, dunia ini tidak
artinya. Kendati hidup bergelimang harta, ia tetap mengutamakan akhirat. Hasan Al-Bashri bercerita, “Aku pernah
melihat Khalifah Utsman ibn Affan berbicara di masjid. Ketika ia berdiri,
bekas-bekas tanah terlihat di punggungnya. Seseorang berkata, ‘Inilah Amirul
Mukminin…Inilah Amirul Mukminin…..’ Sungguh mengagumkan, ia memberikan makanan
yang baik-baik kepada orang lain, sedangkan ia hanya makan cuka dan minyak
samin. Ia membiarkan lambungnya bekerja keras.”
1. Kecerdasan sahabat Ali bin Abi Thalib r.a.
Beliau adalah salah satu –selain Abu
Bakar,Umar,dan Usman- diantara 10 sahabat yang dijamin masuk surga sebagaimana
sabada rasulullah SAW. lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak
kecil oleh Rasulullah SAW. Diantara keistimewaan belaiu adalah Allah
menganugerahkan kecerdasan di atas rata-rata,sampai-sampai rasulullah bersabda
“aku adalah kotanya ilmu,sedangkam Ali adalah pintunya”.
Di antara kisahnya adalah perselisihan
beberapa sahabat tentang ilmu berhitung.
Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Disuatu tempat, mereka berhenti untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang orang yang kedua membawa lima potong roti.Ketika keduanya telah siap untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kata salah seorang dari dua orang tadi.“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu.
Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Disuatu tempat, mereka berhenti untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang orang yang kedua membawa lima potong roti.Ketika keduanya telah siap untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kata salah seorang dari dua orang tadi.“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu.
Maka mulailah mereka bertiga menyantap
roti bersama-sama. Selesai makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham
di hadapan dua orang tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai
pengganti roti yang aku makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik
roti itu, si musafir telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih
dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat
itu pun mulai akan membagi uang yang diberikan. “Baiklah, uang ini kita bagi
saja,” kata si empunya lima roti. “Aku setuju,”jawab sahabatnya. “Karena aku
membawa lima roti, maka aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga
dirham. “Ah, mana bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa,
maka kita bagi sama, masing-masing empat dirham.” “Itu tidak adil. Aku membawa
roti lebih banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak” .
Alhasil, kedua orang itu saling
berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang pembagian
tersebut. Maka, mereka bermaksud menghadap sahabat Ali bin Abi Thalib r.a.
untuk meminta pendapat. Di hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah
yang mereka hadapi. Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu
selesai berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga
roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!” “Tidak! Aku tak mau menerimanya. Aku ingin
mendapat penyelesaian yang seadil-adilnya, “Jawab orang itu. “Kalau engkau
bermaksud membaginya secara benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam
Ali lagi. “Hah…?
Bagaimana engkau ini, kiranya. Sahabatku
ini akan memberikan tiga dirham dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata
bahwa hak-ku hanya satu dirham?” “Bukankah engkau menginginkan penyelesaian
yang adil dan benar? ,kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”. “Bagaimana
bisa begitu?” Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak
kemudian ia berkata:”Mari kita lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan
sahabatmu ini membawa lima potong roti.” “Benar.”jawab keduanya. “Kalian makan roti bertiga, dengan si
musafir.” ‘Benar”. “Adakah kalian tahu,
siapa yang makan lebih banyak?”. “Tidak.”. “Kalau begitu, kita anggap bahwa
setiap orang makan dalam jumlah yang sama banyak”. “Setuju, “jawab keduanya serempak.
“Roti kalian yang delapan potong itu, masing-masingnya kita bagi menjadi tiga
bagian. Dengan demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?”
tanya Imam Ali. “Benar,”jawab keduanya.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.” “Benar.” “Nah… orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?” “Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak. “si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?”
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata:”Benar, kami mengerti.” “Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu” “Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti. Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib as.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.” “Benar.” “Nah… orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?” “Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak. “si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?”
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata:”Benar, kami mengerti.” “Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu” “Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti. Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib as.
Demikianlah kecerdasan Ali,meski
demikian, beliau adalah orang yang mempunyai rasa tawadlu’ yang tinggi. Beliau
pernah berucap : أَناَ خَادِمُ مَنْ عَلَّمَنِيْ وَلَوْ
حَرْفًا yang artinya: “aku (berkenan) menjadi
pelayan pada orang yang mengajarku walaupun hanya satu huruf”.
ADAB TERHADAP LINGKUNGAN
ADAB TERHADAP LINGKUNGAN
A.
Adab Kepada Binatang
Hewan atau binatang merupakan
makhluk Allah yang diciptakan untuk melengkapi kehidupan manusia. Manusia bisa
mendapat berbagai manfaat darinya.. Binatang juga makhluk Allah yang diberikan
nyawa dan mempunyai perasaan, hanya saja ia tidak memiliki akal fikiran seperti
manusia yang diciptakan untuk menjadi khalifah Allah s.w.t di muka bumi. Oleh
karenanya,kita harus memperhatikan adab kepada hewan sebagaimana telah diatur
oleh agama. Di antara adab-adab kepada hewan adalah :
1.
Memberinya makan dan minum apabila hewan itu lapar dan haus, karena Rasulullah s.a.w bersabda :
“Kasihanilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh yang
ada di langit” (Riwayat At-Tirmizi)
2.
Menyayangi dan memberikan kasih sayang kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w
ketika para sahabatnya menjadikan burung sebagai sasaran memanah. “Allah
melaknat orang yang menjadikan alam yang bernyawa sebagai sasaran. (Riwayat
Bukhari dan Muslim).
3.
Menyenangkannya di saat menyembelih atau membunuhnya, karena Rasulullah s.a.w telah
bersabda,: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas
segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh hendaklah berlaku ihsan di dalam
pembunuhan, dan apabila kalian menyembelih hendaklah berlaku baik di dalam
penyembelihan, dan hendaklah salah seorang kamu menyenangkan sembelihannya dan
hendaklah ia mempertajam mata pisaunya” (Riwayat Muslim)
4.
Tidak menyiksanya dengan cara penyiksaan apapun, atau dengan membuatnya kelaparan,
memukulinya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu, menyiksanya atau membakarnya, karena
Rasulullah Shallallahu saw. telah bersabda : “Seorang perempuan masuk neraka
karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati, maka dari itu ia masuk neraka
karena kucing tersebut, disebabkan ia tidak memberinya makan dan tidak pula
memberinya minum di saat ia mengurungnya, dan tidak pula ia membiarkannya
memakan serangga di bumi” (Riwayat Bukhari)
5.
Boleh membunuh hewan yang mengganggu, seperti anjing buas, serigala,
ular, kalajengking, tikus dan lain-lainnya, karena beliau telah bersabda: “ Ada
lima macam hewan fasik yang boleh dibunuh di waktu halal (tidak ihram) dan di
waktu ihram, yaitu ular, burung gagak yang putih punggung dan perutnya, tikus,
anjing buas dan rajawali” (Riwayat Muslim). Juga ada hadits sahih yang
membolehkan membunuh kalajengking dan mengutuknya.
Itulah
beberapa adab atau etika yang selalu dipelihara oleh seorang muslim terhadap
hewan.
B.
Adab Terhadap Tumbuhan
Sebagaimana
hewan,tumbuhan juga makhluk yang diberi nyawa oleh Allah SWT. Karenanya kita
juga harus menjaga adab terhadap tumbuhan. Adapun beberapa adab terhadap
tumbuhan adalah :
1.
Tidak merusak dan menebang pohon sembarangan,
Allah swt. Berfirman dalam Q.S. al-Nazi’at[79]: 31-32 yang artinya :“(31)Dialah yang memancarkan daripadanya mata
airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (32)dan gunung-gunung
dipancangkan-Nya dengan teguh”.
Dari
ayat tersebut, lingkungan dapat
diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga keserasian dan
kelestarian serta tidak merusak lingkungan hidup. Usaha-usaha yang dilakukan
juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan.
2. Tidak buang hajat dibawah pohon berbuah,rasulullah bersabda yang berarti
: “Jangan buang air di lubang binatang, di jalan tempat orang lewat, di tempat
berteduh, di sumber air, di tempat pemandian, di bawah pohon yang sedang
berbuah, atau di air yang mengalir ke arah orang-orang yang sedang mandi atau
mencuci." (H.R. Muslim, Tirmidzi)
3. Membayar zakat hasil tanaman, dalam surat al-baqarah ayat 267, Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu“.
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah menyuruh umatnya
untuk menzakatkan hasil bumi yang dikelolanya, misalnya pertanian, perkebunan,
dan sebagainya dengan maksud, agar manusia saling berbagi terhadap sesamanya.
Selain itu zakat juga sangat bermanfaat untuk mensucikan harta kita. Dan Allah
tidak akan membuat seseorang menjadi miskin jika mau mengeluarkan sebagian
hartanya untuk sesamanya yang kurang mampu.
C.
Adab di jalan dan tempat umum
Islam adalah agama
yang sempurna. Ketika berada di jalan umumpun,kita diatur untuk beradab secara
baik dan memberikan hak-hak jalan. Pada dasarnya,Rasulullah SAW melarang kita
untuk duduk di jalan,sebagaiman sabda beliau yang diriwayatkan dari sahabat Abu
Sa’id al-Khudriy
إِياَّكُمْ
وَاْلجُلُوْسَ عَليَ الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ
مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا، قَالَ: فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ اْلمَجَاِلسَ
فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا. قَالُوْا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ ؟
قَالَ:غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ اْلأَذَى وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ
الْمُنْكَرِ
"Hindarilah
duduk di jalan-jalan. Mereka berkata: 'Kami tidak bisa meninggalkan tempat itu,
tempat kami berbincang-bincang disini'. Bersabda Rasulullah SAW: "Jika kalian enggan
meninggalkan tempat ini, maka berilah hak jalan". Mereka bertanya:
"Apa hak jalan itu?". Rasulullah menjawab: "Menundukkan
pandangan, mencegah kemadharatan, dan amar ma’ruf nahi munkar'"(H.R.Abu
Sa’id al-Khudriy)
Dari hadis di
atas jelas,bahwa jika kita terpaksa harus duduk-duduk di jalan umum,maka kita
harus memberikan hak-hak jalan. Hak-hak jalan sesuai dengan hadis di atas
adalah :
1. Menundukkan
pandangan(tidak melihat ke sana sini,apalagi pada orang yang berlalu lalang)
2. Mencegah kemadhratan (bahaya) yang ada di jalan. Termasuk
menyingkirkan sesuatu yang bisa membahayakan pengguna jalan,karena itu adalah
shadaqah
3. Amar ma’ruf nahi munkar
(memerintah/mengajak pada kebaikan dan mencegah kejahatan)
AKHLAQ TERPUJI DALAM PERGAULAN REMAJA
AKHLAQ TERPUJI DALAM PERGAULAN
REMAJA
Sudah menjadi kewajaran jika kita memiliki seorang teman atau
sahabat. Karena memang kita diciptakan sebagai makhluk sosial. Kita memiliki
teman atau sahabat,bermula dari proses saling mengenal satu dengan yang lain.
Akan tetapi,bukan berarti setiap orang yang kita kenal harus kita
jadikan teman atau sahabat. Kenapa?,karena seperti kita tahu,tidak semua yang
kita kenal punya akhlak yang baik. Karenanya,memilih teman haruslah selektif.
Bagaimanapun,teman atau sahabat kita,sedikit atau banyak,sengaja atau
tidak,sadar atau tidak,akan memberi dampak pada perilaku dan akhlak kita.
Rasulullah bersabda :
"...اَلرَّفِيْقُ
قَبْلَ الطَّرِيْقِ"
“…pilihlah teman,sebelum
mengadakan perjalanan”
Hadis di atas jelas, rasulullah memerintahkan kita agar selektif
memilih teman. Ibarat pepatah mengatakan : “berteman dengan penjual nangka,kita
akan terkena getahnya, berteman dengan penjual minyak wangi,kita akan terkena harumnya”.
Lantas,siapakah sahabat yang baik itu?. Sahabat yang baik adalah:
a)
orang
yang senantiasa mengingatkan kita dalam kebaikan dan taqwa
b)
orang
yang selalu dekat dengan kita meski kita dalam keadaan susah
c)
orang
yang senantiasa ikhlas menolong kita saat kita butuhkan
d)
berbuat
baik di depan maupun di belakang kita
Setelah kita memperoleh teman atau sahabat yang baik,maka kita
harus memperhatikan etika atau adab bergaul dengan mereka sesuai dengan syariat
Islam.
1.
ADAB BERGAUL TERHADAP TEMAN
Islam telah mengajarkan kita untuk menjaga hak-hak teman kita dan
senantiasa berbuat baik kepada mereka. Di antara adab berteman yang baik kepada
teman adalah:
a.
Berbuat Itsar
Di antara hak terhadap sesama yang
dianjurkan adalah mendahulukan sahabatnya dalam segala keperluan (itsar)
dan perbuatan ini dianjurkan (mustahab).
Perhatikanlah firman Allah Ta'ala
yang artinya,"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas
diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan" (QS. Al Hasyr :
9).
Kaum Anshor yang terlebih
dahulu menempati kota Madinah, mereka mendahulukan saudara mereka dari kaum Muhajirin
dalam segala keperluan, padahal mereka sendiri membutuhkannya.
Perbuatan itsar ini hanya
berlaku untuk urusan duniawi seperti mendahulukan saudara kita dalam makan dan
minum. Sedangkan dalam masalah ketaatan (perkara ibadah), kita harus
berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama.
b.
Bantulah
Sahabatmu yang Berada dalam Kesulitan
Dalam kehidupan sehari-hari,
terkadang tidak selalu berjalan lancer. Ada saja kendala yang pasti kita
membutuhkan orang lain untuk mengatasinya. Begitu juga sahabat kita,maka
menjadi kewajiban kita membantu mereka jika ada kesulitan yang sedang menimpa
mereka
c.
Jagalah
Kehormatan Sahabatmu
Rasulullah shollallohu 'alaihi wa
sallam bersabda pada khutbah ketika haji Wada' yang artinya,"Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah haram." (HR.
Bukhari, Muslim, dan lainnya).
Di antara bentuk menjaga kehormatan
saudara kita adalah menjaga rahasianya yang khusus diceritakan pada kita.
Rahasia tersebut adalah amanah dan kita diperintahkan oleh Allah untuk selalu
menjaga amanah
Semoga dengan mengamalkan hak-hak
ini, kita akan menjadi orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allah di
akherat kelak, di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Amin.
2.
ADAB BERGAUL DENGAN LAWAN JENIS
ISLAM adalah agama yang sempurna, di
dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia,termasuk juga pergaulan antara
lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah
diajarkan oleh agama kita adalah:
a. Menundukkan
pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah
kepada laki-laki beriman: Hendalah mereka menundukkan pandangannya dan
memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang
artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan
pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31).
Bukan berarti kita tidak boleh sama
sekali memandang terhadap lawan jenis,apalagi di jaman sekarang yang mau tidak
mau kita akan selalu berinteraksi dengan lawan jenis. Tetapi,yang dimaksud
adalah kita dilarang memandang dengan penuh syahwat/nafsu. Karenanya,kita
diperintahkan untuk menutup aurat sehingga hanya bagian tubuh tertentu saja
yang boleh tampak oleh lawan jenis yang bukan mahrom kita.
b.
Tidak
berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat)
dengan wanita kecuali bersama mahromnya,” (HR. Bukhari & Muslim).
Tidaklah salah jika rasulullah
bersabda demikian,karena ketika seseorang berdua-duan saja dengan lawan jenis
yang bukan mahromnya,maka yang ketiga adalah setan. Ya,setan,yang akan
menjerumuskan seseorang dalam lembah dosa dengan cara menggoda orang yang
berduan dengan lawan jenis yang bukan mahromnya.
c.
Tidak
menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh
tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin,”
(HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya
merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan
jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal
baginya,” (HR. Thabrani
AKHLAQ
TERCELA DALAM PERGAULAN REMAJA
jika ada akhlak terpuji dalam
pergaulan,maka kita akan menemukan akhlak tercela dalam pergaulan. Berikut
beberapa contoh akhlak tercela dalam pergaulan.
1.
Pergaulan bebas antar lawan jenis
Bukan menjadi rahasia dan tabu lagi,di jaman yang katanya moderen
ini,para remaja banyak yang tidak lagi memperhatikan norma-norma agama dan
susila dalam pergaulan. Begitu juga dalam bergaul dengan lawan jenis. Banyak
yang menganggap bergaul dengan sebebas-bebasnya adalah ciri dari masyarakat
modern. Mereka menganggap hal itu adalah hak asasi tiap individu dan tidak
boleh dilarang. Padahal jelas,bahwa hal ini lebih banyak berdampak negatifnya
daripada positifnya. Ujung-ujungnya adalah zina yang jelas dilarang agama,dan
yang pasti merugikan pelakunya. Allah berfirman dalam Q.S. al-Isra’ ayat 32 :
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ
كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا (٣٢)
“dan janganlah kamu
mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan
suatu jalan yang buruk”.
Ayat
di atas jelas, jangankan berbuat zina, mendekatinya saja dilarang. Dan yang pasti, tiap ada pelarangan dalam agama, pasti demi kebaikan kita.
2.
Judi dan khamer
Judi adalah setiap “pemainan untang-utangan dengan bertaruh” atau “setiap permainan harta dengan bertaruh”.
Agama kita jelas melarang judi dan khamer, sebagaimana
Allah berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ
رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠)إِنَّمَا
يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ
وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ
مُنْتَهُونَ (٩١)
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu
(dari mengerjakan pekerjaan itu)(Qs. Al-Maidah ayat 90-91)
Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW. Bersabda, “Tiap-tiap yang
memabukkan adalah
khamer, dan tiap-tiap khamer itu haram” (H.R Muslim)
Dari Ibnu Umar berkata, Nabi SAW, bersabda, “Allah melaknat khamar,
peminumnya, penyajinya, pembelinya, penjualnya, pembuatannya, tempat
pembuatannya, pembawanya, dan penerimanya.” (H.R. Abu Dawud)
3.
Narkoba
Narkotika dalam Islam sering disebut “hasyisy” yang hukumnya
jelas haram karena memabukkan dan termasuk khamer sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi
di atas. Orang yang mengkonsumsinya jelas berdosa dan dikenakan hukuman
sebagaimana orang yang minum khamar. Adapun jenis-jenis narkoba adalah :
a)
Ganja atau
marijuana
b)
Opiate
c)
Cocaine
d)
Candu dengan
komponen-komponen yang aktif yaitu morfin dan heroin
e)
Obat berbahaya
yang disalahgunakan secara gelap, yaitu rohypnol, valium, cosadon, magadon, BK,
dan sedatin
Iman kepada Qodha dan Qodar
1.
Pengertian Iman kepada Qodha dan Qodar
Menurut istilah Islam,
yang dimaksud dengan Qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali
sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa
adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam Qadar adalah
perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar
dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya
2.
Macam-Macam Taqdir
a.
Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah ketentuan Allah yang
pasti berlaku pada manusia dan tidak bisa dirubah . Seperti kelahiran atau
kematian seseorang, datang nya hari kiamat, jodoh dan jenis kelamin.
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا
نَفْعًا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلا
يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ (٤٩)
Artinya :
Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula)
kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah".
tiap-tiap umat mempunyai ajal[696]. apabila telah datang ajal mereka, Maka
mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula)
mendahulukan(nya) (Qs. Yunus ayat 49)
b. Takdir muallaq
Taqdir muallaq adalah ketentuan Allah yang
dapat di ubah dengan usaha dan ikhtiar , seperti kekayaan, kesehatan , dan
kepandaian atau prestasi.
إِنَّ اللَّهَ
لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (١١)
Artinya :
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
(Qs. Ar-Ra’d ayat 11)
3.
Kewajiban Beriman Kepada Qodha dan Qodar
a. Setiap muslim wajib beriman kepada Qadla dan Qadar. Pengingkaran
terhadap adanya Qadla dan Qadar berarti sikap kafir.
b. Untung ruginya
seseorang hanya ada pada kekuasaan dan kehendak Allah. Maka hendaklah kita
selalu percaya kepada segala Qadla Allah, sabar atas segala cobaan yang menimpa
kita.
c. Allah menantang
siapa saja yang tidak bisa menerima Qadla-Nya dengan ridla dan tidak bisa
bersabar atas segala cobaan yang diberikan kepadanya, supaya orang itu mencari
tuhan selain Allah.
4.
Ciri-Ciri Orang Yang Beriman Kepada Qodha dan Qodar
Orang yang
beriman kepada qadla dan qadar harus memiliki sikap yang positif dalam
kehidupan sehari-hari. Diantara
ciri-ciri perilaku orang yang beriman kepada qada dan qadar adalah :
a.
Senantiasa ikhtiar (berusaha) dalam mencapai keberhasilan
Manusia
seringkali tidak bisa mengelak atau menghindari suatu peristiwa, khususnya
peristiwa yang tidak diinginkan.Manusia juga selalu menginginkan kebaikan dan
keberuntungan berpihak kepada dirinya. Namun hal itupun belum tentu ia
dapatkan, upaya untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan dan upaya
memperoleh sesuatu yang diinginkan adalah dua hal yang harus dilakukan manusia.
Maka dari itu manusia harus wajib berikhtiar.
b.
Senantiasa tawakal kepada Allah SWT.
Selain
berikhtiar, langkah selanjutnya untuk mencapai apa yang diharapkan adalah
bertawakal kepada Allah. Tawakal merupakan kesadaran diri bahwa apapun upaya
yang kita lakukan maka hasilnya adalah terserah keapada Allah swt. Tawakal bisa
diartikan sebagai penyerahan secara total atas usaha yang telah dilakukan.
c.
Senantiasa bersikap tawadlu’ kepada kebesaran Allah SWT
Tawadlu
merupakan sikap rendah diri.Orang yang beriman kepada qada dan qadar Allah
tidak patut berbangga atas keberhasilan usahanya.Sebab semua kejadian yang ada
di dunia ini atas kehendak Allah.
5.
Perilaku yang Mencerminkan Keimanan Kepada Qodha dan Qodar
a.
Melatih diri
untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah
b.
Mendidik diri
untuk ikhlas menerima kenyataan hidup dengan hati sabar dan tabah.
c.
Cukup tenang
dalam hidup ini, tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan
d.
Melatih diri
untuk sabar dan tabah saat usahanya belum berhasil
e.
Selalu meyakini
bahwa dari apa yang telah terjadi, pasti ada hikmahnya
6.
Manfaat Iman Kepada Qodha dan Qodar
a.
Sabar dalam menghadapi
cobaan dari Allah dan tawakal
b.
Pandai
bersyukur dan tidak mudah sombong. Orang yang beriman kepada qada dan qadar
akan selalu mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada
dirinya.
c.
Yakin bahwa
segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, maka orang yang percaya qadla
dan qadar Allah akan menerima dengan kelapangan hati atas segala yang menimpa dirinya.