PAI

My Profil


Nama               :  Yoko Sutiyono

TTL                 :  Pekalongan, 10 februari 1998
Alamat             :  Pekalongan – Jawa Tengah – Indonesia
Pekerjaan         :  Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam – Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
   Keguruan  - IAIN PEKALONGAN
Hoby               :  Badminton, mengarang, dan menulis

FB                   :  Yoko-yok
                        

Minggu, 13 Mei 2018

KISAH KETELADANAN SAHABAT USMAN BIN ‘AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB

1.     Sifat Itsar (mendahulukan orang lain) dan Kedermawanan Utsman Ibnu Affan
Utsman adalah bagian dari sahabat terbaik Nabi S.A.W, ia  tumbuh menjadi pribadi yang lembut kepada sesama mukmin. Hatinya sering tersentuh menyaksikan keadaan mereka. Ia selalu berusaha membantu kesulitan rakyat dan menghilangkan kesedihan mereka, rajin menyambung silaturrahim, memuliakan tamu, memberi pekerjaan kepada orang fakir, membantu yang lemah dan  berusaha menghindarkan kesulitan mereka. Ia dikenal penyabar, ramah, dan murah hati, selalu memaafkan kesalahan orang lain. Teladan seluruh tingkah lakunya adalah Rasulullah SAW. Ia mencontoh perkataan, perbuatan  dan perilaku Nabi SAW.
Ada banyak peristiwa yang menunjukkan kesabaran dan ketabahan jiwanya. Dalam setiap kesempatan, ia selalu mendahulukan sikap santun dan maaf,  murah hati dan tidak bergantung pada dunia. Alih-alih diperbudak dunia, ia menjadikan dunia sebagai sarana untuk mengamalkan akhlak mulia, terutama sikap mengutamakan orang lain di atas kepentingan sendiri. Ia tidak dikuasai dunia sehingga ia tidak menjadi orang yang egois  yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang lain.
Materi dunia yang melimpah tak mampu mengikat atau membelenggu Utsman ibn Affan untuk mencintai dunia. Ia selalu menempatkan Allah dan Rasul-Nya di urutan yang paling tinggi. Hatinya tak pernah terikat kepada dunia sehingga ia dapat setiap saat melepaskan semua miliknya demi kepentingan Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, ia termasuk orang yang paling berhak atas apa yang Allah SWT firmankan dalam Al-Qur’an: “dan barang siapa terjaga dari sikap kikir, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S. AtTaghabun).
Tentu saja ia berhak mendapatkan balasan yang mulia itu karena ia terbiasa membebaskan seorang budak setiap Jumat. Suatu hari Thalhah menyusul Utsman sekeluarnya dari masjid. Thalhah berkata, “Aku sudah punya lima puluh ribu dirham yang kupinjam darimu. Aku akan mengutus seseorang untuk menyerahkannya kepadamu.”Utsman menjawab, “Biarlah semua itu kuberikan kepadamu, karena kebaikan akhlakmu.”
Juga dikisahkan bahwa sebelum Nabi datang ke Madinah, di sana ada sumur  yang disebut sumur Rawmah. Air sumur itu sangat tawar. Setiap orang yang ingin minum dari sumur itu harus membelinya. Sumur itu milik seorang Yahudi. Ketika umat Islam semakin berat dihimpit kesulitan, Rasulullah menyerukan tawaran, “Barang siapa membeli sumur Rawmah, baginya surga.”
Mendengar pernyataan itu, Utsman bergegas ingin mendapatkan surga. Ia memberanikan diri membeli sumur itu seharga 35.000 dirham.  Ia menggratiskan siapa saja untuk memanfaatkan air sumur itu, baik yang kaya, miskin, atau pun para musafir. Inilah
Pada masa pemerintahan Al-Faruq, kaum muslim dilanda paceklik. Karena beratnya kehidupan yang harus dihadapi, tahun itu disebut tahun kelabu. Ketika nestapa semakin memuncak, orang-orang menghadap Umar r.a. dan berkata, “Wahai Khalifah, langit tak menurunkan hujan dan enggan menumbuhkan tanaman. Kita hampir binasa. apa yang harus kita lakukan?”Umar memandangi mereka dengan wajah pilu. Ia berkata, “Sabar dan bertahanlah. Aku berharap Allah memberikan jalan keluar dari keadaan ini sebelum malam tiba.”
Sore harinya terdengar kabar bahwa kafilah dagang Utsman ibn Affan telah kembali dari Syria dan akan tiba di Madinah esok pagi. Usai shalat Subuh, orang-orang menyambut kafilah itu. Seribu unta membawa gandum, minyak samin, dan kismis. Seluruh rombongan kafilah dan kendaraannya berkumpul di depan rumah Utsman ibn Affan r.a. Ketika para buruh sibuk menurunkan barang dagangan, para pedagang bergegas menemui Utsman. Mereka berkata, “Kami akan membeli semua yang engkau bawa, wahai Abu Amr.”
Utsman menjawab, “Dengan senang hati dan aku merasa terhormat. Tetapi, berapa kalian akan memberiku keuntungan?” Mereka berkata, “Untuk satu dirham yang engkau beli, kami memberimu dua dirham.” “Aku bisa mendapat lebih dari itu.jawab Utsman”. Lalu mereka kembali menaikkan harga. Utsman berkata, “Aku masih bisa mendapat lebih dari yang kalian tawarkan.” Mereka menaikkan harga lagi. Utsman berkata, “Aku masih bisa mendapatkan lebih dari itu.” Mereka berkata, “Wahai Abu Amr, Siapakah yang berani memberimu keuntungan lebih dari tawaran kami?.”
Utsman  menjawab: “Allah SWT. memberiku keuntungan sepuluh kali lipat dari setiap dirham yang kubelanjakan. Adakah diantara kalian yang berani memberiku keuntungan lebih dari itu?” “Tidak, wahai Abu Amr.”
“Aku bersaksi kepada Allah, semua yang dibawa kafilah ini kusedekahkan kepada fakir miskin di kalangan umat Islam. Aku tidak mengharapkan bayaran sepeser pun. Kulakukan semua itu semata-mata mengharapkan pahala dan keridhoan Allah SWT”. Inilah karakter Usman bin Affan yang termaktu dalam firman Allah:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُم الْمُفْلِحُونَ (9)
"Dan mereka mendahulukan kepentingan orang lain (rakyat) di atas kepentingan mereka sendiri. Dan barang siapa yang terjaga dari kekikiran dirinya, maka dialah orang-orang yang beruntung (Q.S AlHasyr: 9)

Itu gambaran keimanan dan kedermawanan Utsman ibn Affan. Sebanyak apapun harta dunia yang dimiliki, semuanya tidak berarti di hatinya. Bagi para sahabat Nabi, dunia ini tidak artinya. Kendati hidup bergelimang harta, ia tetap mengutamakan akhirat.  Hasan Al-Bashri bercerita, “Aku pernah melihat Khalifah Utsman ibn Affan berbicara di masjid. Ketika ia berdiri, bekas-bekas tanah terlihat di punggungnya. Seseorang berkata, ‘Inilah Amirul Mukminin…Inilah Amirul Mukminin…..’ Sungguh mengagumkan, ia memberikan makanan yang baik-baik kepada orang lain, sedangkan ia hanya makan cuka dan minyak samin. Ia membiarkan lambungnya bekerja keras.”
1.      Kecerdasan  sahabat Ali bin Abi Thalib r.a.

Beliau adalah salah satu –selain Abu Bakar,Umar,dan Usman- diantara 10 sahabat yang dijamin masuk surga sebagaimana sabada rasulullah SAW. lulusan terbaik dari madrasah Nubuwwah, yang dididik semenjak kecil oleh Rasulullah SAW. Diantara keistimewaan belaiu adalah Allah menganugerahkan kecerdasan di atas rata-rata,sampai-sampai rasulullah bersabda “aku adalah kotanya ilmu,sedangkam Ali adalah pintunya”.
Di antara kisahnya adalah perselisihan beberapa sahabat tentang ilmu berhitung.
Dua orang sehabat melakukan perjalanan bersama. Disuatu tempat, mereka berhenti  untuk makan siang. Sambil duduk, mulailah masing-masing membuka bekalnya. Orang yang pertama membawa tiga potong roti, sedang orang yang kedua membawa lima potong roti.Ketika keduanya telah siap untuk makan, tiba-tiba datang seorang musafir yang baru datang ini pun duduk bersama mereka.
“Mari, silakan, kita sedang bersiap-siap untuk makan siang,”kata salah seorang dari dua orang tadi.“Aduh…saya tidak membawa bekal,” jawab musafir itu.
Maka mulailah mereka bertiga menyantap roti bersama-sama. Selesai makan, musafir tadi meletakkan uang delapan dirham di hadapan dua orang tersebut seraya berkata: “Biarkan uang ini sebagai pengganti roti yang aku makan tadi.” Belum lagi mendapat jawaban dari pemilik roti itu, si musafir telah minta diri untuk melanjutkan perjalanannya lebih dahulu.
Sepeninggal si musafir, dua orang sahabat itu pun mulai akan membagi uang yang diberikan. “Baiklah, uang ini kita bagi saja,” kata si empunya lima roti. “Aku setuju,”jawab sahabatnya. “Karena aku membawa lima roti, maka aku mendapat lima dirham, sedang bagianmu adalah tiga dirham. “Ah, mana bisa begitu. Karena dia tidak meninggalkan pesan apa-apa, maka kita bagi sama, masing-masing empat dirham.” “Itu tidak adil. Aku membawa roti lebih banyak, maka aku mendapat bagian lebih banyak” .
Alhasil, kedua orang itu saling berbantah. Mereka tidak berhasil mencapai kesepakatan tentang pembagian tersebut. Maka, mereka bermaksud menghadap sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. untuk meminta pendapat. Di hadapan Imam Ali, keduanya bercerita tentang masalah yang mereka hadapi. Imam Ali mendengarkannya dengan seksama. Setelah orang itu selesai berbicara, Imam Ali kemudian berkata kepada orang yang mempunyai tiga roti: “Terima sajalah pemberian sahabatmu yang tiga dirham itu!”  “Tidak! Aku tak mau menerimanya. Aku ingin mendapat penyelesaian yang seadil-adilnya, “Jawab orang itu. “Kalau engkau bermaksud membaginya secara benar, maka bagianmu hanya satu dirham!” kata Imam Ali lagi. “Hah…? Bagaimana engkau ini, kiranya.  Sahabatku ini akan memberikan tiga dirham dan aku menolaknya. Tetapi kini engkau berkata bahwa hak-ku hanya satu dirham?” “Bukankah engkau menginginkan penyelesaian yang adil dan benar? ,kalau begitu, bagianmu adalah satu dirham!”. “Bagaimana bisa begitu?” Orang itu bertanya.
Imam Ali menggeser duduknya. Sejenak kemudian ia berkata:”Mari kita lihat. Engkau membawa tiga potong roti dan sahabatmu ini membawa lima potong roti.” “Benar.”jawab keduanya.  “Kalian makan roti bertiga, dengan si musafir.”  ‘Benar”. “Adakah kalian tahu, siapa yang makan lebih banyak?”. “Tidak.”. “Kalau begitu, kita anggap bahwa setiap orang makan dalam jumlah yang sama banyak”. “Setuju, “jawab keduanya serempak. “Roti kalian yang delapan potong itu, masing-masingnya kita bagi menjadi tiga bagian. Dengan demikian, kita mempunyai dua puluh empat potong roti, bukan?” tanya Imam Ali.  “Benar,”jawab keduanya.
“Masing-masing dari kalian makan sama banyak, sehingga setiap orang berarti telah makan sebanyak delapan potong, karena kalian bertiga.”  “Benar.”
“Nah… orang yang membawa lima roti, telah dipotong menjadi tiga bagian mempunyai lima belas potong roti, sedang yang membawa tiga roti berarti mempunyai sembilan potong setelah dibagi menjadi tiga bagian, bukankah begitu?” “Benar, jawab keduanya, lagi-lagi dengan serempak. “si empunya lima belas potong roti makan untuk dirinya delapan roti, sehingga ia mempunyai sisa tujuh potong lagi dan itu dimakan oleh musafir yang belakangan. Sedang si empunya sembilan potong roti, maka delapan potong untuk dirinya, sedang yang satu potong di makan oleh musafir tersebut. Dengan begitu, si musafir pun tepat makan delapan potong roti sebagaimana kalian berdua, bukan?” 
Kedua orang yang dari tadi menyimak keterangan Imam Ali, tampak sedang mencerna ucapan Imam Ali tersebut. Sejenak kemudian mereka berkata:”Benar, kami mengerti.”  “Nah, uang yang diberikan oleh di musafir adalah delapan dirham, berarti tujuh dirham untuk si empunya lima roti sebab si musafir makan tujuh potong roti miliknya, dan satu dirham untuk si empunya tiga roti, sebab si musafir hanya makan satu potong roti dari milik orang itu” “Alhamdulillah…Allahu Akbar,” kedua orang itu berucap hampir bersamaan. Mereka sangat mengagumi cara Imam Ali menyelesaikan masalah tersebut, sekaligus mengagumi dan mengakui keluasan ilmunya.
“Demi Allah, kini aku puas dan rela. Aku tidak akan mengambil lebih dari hak-ku, yakni satu dirham,” kata orang yang mengadukan hal tersebut, yakni si empunya tiga roti.  Kedua orang yang mengadu itu pun sama-sama merasa puas. Mereka berbahagia, karena mereka berhasil mendapatkan pemecahan secara benar, dan mendapat tambahan ilmu yang sangat berharga dari Imam Ali bin Abi Thalib as.
Demikianlah kecerdasan Ali,meski demikian, beliau adalah orang yang mempunyai rasa tawadlu’ yang tinggi. Beliau pernah berucap : أَناَ خَادِمُ مَنْ عَلَّمَنِيْ وَلَوْ حَرْفًا     yang artinya: “aku (berkenan) menjadi pelayan pada orang yang mengajarku walaupun hanya satu huruf”.

ADAB TERHADAP LINGKUNGAN


ADAB  TERHADAP LINGKUNGAN

A.    Adab Kepada Binatang
Hewan atau binatang merupakan makhluk Allah yang diciptakan untuk melengkapi kehidupan manusia. Manusia bisa mendapat berbagai manfaat darinya.. Binatang juga makhluk Allah yang diberikan nyawa dan mempunyai perasaan, hanya saja ia tidak memiliki akal fikiran seperti manusia yang diciptakan untuk menjadi khalifah Allah s.w.t di muka bumi. Oleh karenanya,kita harus memperhatikan adab kepada hewan sebagaimana telah diatur oleh agama. Di antara adab-adab kepada hewan adalah :
1.        Memberinya makan dan minum apabila hewan itu lapar dan haus, karena Rasulullah s.a.w bersabda : “Kasihanilah siapa yang ada di bumi ini, niscaya kalian dikasihani oleh yang ada di langit” (Riwayat At-Tirmizi)
2.        Menyayangi dan memberikan kasih sayang kepadanya, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w ketika para sahabatnya menjadikan burung sebagai sasaran memanah. “Allah melaknat orang yang menjadikan alam yang bernyawa sebagai sasaran. (Riwayat Bukhari dan Muslim).
3.        Menyenangkannya di saat menyembelih atau membunuhnya, karena Rasulullah s.a.w telah bersabda,: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu, maka apabila kalian membunuh hendaklah berlaku ihsan di dalam pembunuhan, dan apabila kalian menyembelih hendaklah berlaku baik di dalam penyembelihan, dan hendaklah salah seorang kamu menyenangkan sembelihannya dan hendaklah ia mempertajam mata pisaunya” (Riwayat Muslim)
4.        Tidak menyiksanya dengan cara penyiksaan apapun, atau dengan membuatnya kelaparan, memukulinya, membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak mampu,  menyiksanya atau membakarnya, karena Rasulullah Shallallahu saw. telah bersabda : “Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang ia kurung hingga mati, maka dari itu ia masuk neraka karena kucing tersebut, disebabkan ia tidak memberinya makan dan tidak pula memberinya minum di saat ia mengurungnya, dan tidak pula ia membiarkannya memakan serangga di bumi” (Riwayat Bukhari)
5.        Boleh membunuh hewan yang mengganggu, seperti anjing buas, serigala, ular, kalajengking, tikus dan lain-lainnya, karena beliau telah bersabda: “ Ada lima macam hewan fasik yang boleh dibunuh di waktu halal (tidak ihram) dan di waktu ihram, yaitu ular, burung gagak yang putih punggung dan perutnya, tikus, anjing buas dan rajawali” (Riwayat Muslim). Juga ada hadits sahih yang membolehkan membunuh kalajengking dan mengutuknya.
Itulah beberapa adab atau etika yang selalu dipelihara oleh seorang muslim terhadap hewan. 

B.     Adab Terhadap Tumbuhan
Sebagaimana hewan,tumbuhan juga makhluk yang diberi nyawa oleh Allah SWT. Karenanya kita juga harus menjaga adab terhadap tumbuhan. Adapun beberapa adab terhadap tumbuhan adalah :
1.      Tidak merusak dan menebang pohon sembarangan, Allah swt. Berfirman dalam Q.S. al-Nazi’at[79]: 31-32 yang artinya :“(31)Dialah yang  memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (32)dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh”.
Dari ayat tersebut,  lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk perbuatan manusia yaitu dengan menjaga keserasian dan kelestarian serta tidak merusak lingkungan hidup. Usaha-usaha yang dilakukan juga harus memperhatikan masalah-masalah kelestarian lingkungan.
2.      Tidak buang hajat dibawah pohon berbuah,rasulullah bersabda yang berarti : “Jangan buang air di lubang binatang, di jalan tempat orang lewat, di tempat berteduh, di sumber air, di tempat pemandian, di bawah pohon yang sedang berbuah, atau di air yang mengalir ke arah orang-orang yang sedang mandi atau mencuci." (H.R. Muslim, Tirmidzi)
3.      Membayar zakat hasil tanaman, dalam surat al-baqarah ayat 267, Allah berfirman Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu“.
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa Allah menyuruh umatnya untuk menzakatkan hasil bumi yang dikelolanya, misalnya pertanian, perkebunan, dan sebagainya dengan maksud, agar manusia saling berbagi terhadap sesamanya. Selain itu zakat juga sangat bermanfaat untuk mensucikan harta kita. Dan Allah tidak akan membuat seseorang menjadi miskin jika mau mengeluarkan sebagian hartanya untuk sesamanya yang kurang mampu.

C.    Adab di jalan dan tempat umum
Islam adalah agama yang sempurna. Ketika berada di jalan umumpun,kita diatur untuk beradab secara baik dan memberikan hak-hak jalan. Pada dasarnya,Rasulullah SAW melarang kita untuk duduk di jalan,sebagaiman sabda beliau yang diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id al-Khudriy
إِياَّكُمْ وَاْلجُلُوْسَ عَليَ الطُّرُقَاتِ فَقَالُوْا: مَا لَنَا بُدٌّ إِنَّمَا هِيَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيْهَا، قَالَ: فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ اْلمَجَاِلسَ فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهَا. قَالُوْا: وَمَا حَقُّ الطَّرِيْقِ ؟ قَالَ:غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ اْلأَذَى وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهْيٌ عَنِ الْمُنْكَرِ
"Hindarilah duduk di jalan-jalan. Mereka berkata: 'Kami tidak bisa meninggalkan tempat itu, tempat kami berbincang-bincang disini'. Bersabda Rasulullah SAW: "Jika kalian enggan meninggalkan tempat ini, maka berilah hak jalan". Mereka bertanya: "Apa hak jalan itu?". Rasulullah menjawab: "Menundukkan pandangan, mencegah kemadharatan, dan amar ma’ruf nahi munkar'"(H.R.Abu Sa’id al-Khudriy)

Dari hadis di atas jelas,bahwa jika kita terpaksa harus duduk-duduk di jalan umum,maka kita harus memberikan hak-hak jalan. Hak-hak jalan sesuai dengan hadis di atas adalah :
1.      Menundukkan pandangan(tidak melihat ke sana sini,apalagi pada orang yang berlalu lalang)
2.      Mencegah kemadhratan (bahaya) yang ada di jalan. Termasuk menyingkirkan sesuatu yang bisa membahayakan pengguna jalan,karena itu adalah shadaqah

3.      Amar ma’ruf nahi munkar (memerintah/mengajak pada kebaikan dan mencegah kejahatan)

AKHLAQ TERPUJI DALAM PERGAULAN REMAJA

AKHLAQ TERPUJI DALAM PERGAULAN REMAJA

Sudah menjadi kewajaran jika kita memiliki seorang teman atau sahabat. Karena memang kita diciptakan sebagai makhluk sosial. Kita memiliki teman atau sahabat,bermula dari proses saling mengenal satu dengan yang lain.
Akan tetapi,bukan berarti setiap orang yang kita kenal harus kita jadikan teman atau sahabat. Kenapa?,karena seperti kita tahu,tidak semua yang kita kenal punya akhlak yang baik. Karenanya,memilih teman haruslah selektif. Bagaimanapun,teman atau sahabat kita,sedikit atau banyak,sengaja atau tidak,sadar atau tidak,akan memberi dampak pada perilaku dan akhlak kita. Rasulullah bersabda :
 "...اَلرَّفِيْقُ قَبْلَ الطَّرِيْقِ"   
“…pilihlah teman,sebelum mengadakan perjalanan”
Hadis di atas jelas, rasulullah memerintahkan kita agar selektif memilih teman. Ibarat pepatah mengatakan : “berteman dengan penjual nangka,kita akan terkena getahnya, berteman dengan penjual minyak wangi,kita akan terkena harumnya”.
Lantas,siapakah sahabat yang baik itu?. Sahabat yang baik adalah:
a)      orang yang senantiasa mengingatkan kita dalam kebaikan dan taqwa
b)      orang yang selalu dekat dengan kita meski kita dalam keadaan susah
c)      orang yang senantiasa ikhlas menolong kita saat kita butuhkan
d)     berbuat baik di depan maupun di belakang kita
Setelah kita memperoleh teman atau sahabat yang baik,maka kita harus memperhatikan etika atau adab bergaul dengan mereka sesuai dengan syariat Islam.
1.      ADAB BERGAUL TERHADAP TEMAN
Islam telah mengajarkan kita untuk menjaga hak-hak teman kita dan senantiasa berbuat baik kepada mereka. Di antara adab berteman yang baik kepada teman adalah:
a.    Berbuat Itsar
Di antara hak terhadap sesama yang dianjurkan adalah mendahulukan sahabatnya dalam segala keperluan (itsar) dan perbuatan ini dianjurkan (mustahab).
Perhatikanlah firman Allah Ta'ala yang artinya,"Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan" (QS. Al Hasyr : 9).
Kaum Anshor yang terlebih dahulu menempati kota Madinah, mereka mendahulukan saudara mereka dari kaum Muhajirin dalam segala keperluan, padahal mereka sendiri membutuhkannya.
Perbuatan itsar ini hanya berlaku untuk urusan duniawi seperti mendahulukan saudara kita dalam makan dan minum. Sedangkan dalam masalah ketaatan (perkara ibadah), kita harus berlomba-lomba untuk menjadi yang pertama.
b.    Bantulah Sahabatmu yang Berada dalam Kesulitan
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang tidak selalu berjalan lancer. Ada saja kendala yang pasti kita membutuhkan orang lain untuk mengatasinya. Begitu juga sahabat kita,maka menjadi kewajiban kita membantu mereka jika ada kesulitan yang sedang menimpa mereka
c.    Jagalah Kehormatan Sahabatmu
Rasulullah shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda pada khutbah ketika haji Wada' yang artinya,"Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah haram." (HR. Bukhari, Muslim, dan lainnya).
Di antara bentuk menjaga kehormatan saudara kita adalah menjaga rahasianya yang khusus diceritakan pada kita. Rahasia tersebut adalah amanah dan kita diperintahkan oleh Allah untuk selalu menjaga amanah

Semoga dengan mengamalkan hak-hak ini, kita akan menjadi orang-orang yang akan mendapatkan naungan Allah di akherat kelak, di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. Amin.
2.      ADAB BERGAUL DENGAN LAWAN JENIS
ISLAM adalah agama yang sempurna, di dalamnya diatur seluk-beluk kehidupan manusia,termasuk juga pergaulan antara lawan jenis. Di antara adab bergaul antara lawan jenis sebagaimana yang telah diajarkan oleh agama kita adalah:
a.      Menundukkan pandangan terhadap lawan jenis
Allah berfirman yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendalah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 30). Allah juga berfirman yang artinya,”Dan katakalah kepada wanita beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. an-Nur: 31).
Bukan berarti kita tidak boleh sama sekali memandang terhadap lawan jenis,apalagi di jaman sekarang yang mau tidak mau kita akan selalu berinteraksi dengan lawan jenis. Tetapi,yang dimaksud adalah kita dilarang memandang dengan penuh syahwat/nafsu. Karenanya,kita diperintahkan untuk menutup aurat sehingga hanya bagian tubuh tertentu saja yang boleh tampak oleh lawan jenis yang bukan mahrom kita.
b.      Tidak berdua-duaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berdua-duaan (kholwat) dengan wanita kecuali bersama mahromnya,” (HR. Bukhari & Muslim).
Tidaklah salah jika rasulullah bersabda demikian,karena ketika seseorang berdua-duan saja dengan lawan jenis yang bukan mahromnya,maka yang ketiga adalah setan. Ya,setan,yang akan menjerumuskan seseorang dalam lembah dosa dengan cara menggoda orang yang berduan dengan lawan jenis yang bukan mahromnya.
c.       Tidak menyentuh lawan jenis
Di dalam sebuah hadits, Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Demi Allah, tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun saat membaiat (janji setia kepada pemimpin,” (HR. Bukhari). Hal ini karena menyentuh lawan jenis yang bukan mahromnya merupakan salah satu perkara yang diharamkan di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kepala seseorang ditusuk dengan jarum besi, (itu) masih lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya,” (HR. Thabrani

AKHLAQ TERCELA DALAM PERGAULAN REMAJA

jika ada akhlak terpuji dalam pergaulan,maka kita akan menemukan akhlak tercela dalam pergaulan. Berikut beberapa contoh akhlak tercela dalam pergaulan.
1.      Pergaulan bebas antar lawan jenis
Bukan menjadi rahasia dan tabu lagi,di jaman yang katanya moderen ini,para remaja banyak yang tidak lagi memperhatikan norma-norma agama dan susila dalam pergaulan. Begitu juga dalam bergaul dengan lawan jenis. Banyak yang menganggap bergaul dengan sebebas-bebasnya adalah ciri dari masyarakat modern. Mereka menganggap hal itu adalah hak asasi tiap individu dan tidak boleh dilarang. Padahal jelas,bahwa hal ini lebih banyak berdampak negatifnya daripada positifnya. Ujung-ujungnya adalah zina yang jelas dilarang agama,dan yang pasti merugikan pelakunya. Allah berfirman dalam Q.S. al-Isra’ ayat 32 :
وَلا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلا (٣٢)
“dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”.
Ayat di atas jelas, jangankan berbuat zina, mendekatinya saja dilarang. Dan yang pasti, tiap ada pelarangan dalam agama, pasti demi kebaikan kita.

2.      Judi dan khamer
Judi adalah setiap “pemainan untang-utangan dengan bertaruh” atau  “setiap permainan harta dengan bertaruh”. Agama kita jelas melarang judi dan khamer, sebagaimana Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠)إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ (٩١)

Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)(Qs. Al-Maidah ayat 90-91)

Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah SAW. Bersabda, “Tiap-tiap yang memabukkan adalah khamer, dan tiap-tiap khamer itu haram” (H.R Muslim)
Dari Ibnu Umar berkata, Nabi SAW, bersabda, “Allah melaknat khamar, peminumnya, penyajinya, pembelinya, penjualnya, pembuatannya, tempat pembuatannya, pembawanya, dan penerimanya.” (H.R. Abu Dawud)

3.      Narkoba
Narkotika dalam Islam sering disebut “hasyisy” yang hukumnya jelas haram karena memabukkan dan termasuk  khamer sebagaimana dijelaskan dalam hadis nabi di atas. Orang yang mengkonsumsinya jelas berdosa dan dikenakan hukuman sebagaimana orang yang minum khamar. Adapun jenis-jenis narkoba adalah :
a)      Ganja atau marijuana
b)      Opiate
c)      Cocaine
d)     Candu dengan komponen-komponen yang aktif yaitu morfin dan heroin

e)      Obat berbahaya yang disalahgunakan secara gelap, yaitu rohypnol, valium, cosadon, magadon, BK, dan sedatin 

Iman kepada Qodha dan Qodar


1.      Pengertian Iman kepada Qodha dan Qodar
Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan Qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk.
Sedangkan Qadar arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam Qadar adalah perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya

2.      Macam-Macam Taqdir
a.      Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah ketentuan Allah yang pasti berlaku pada manusia dan tidak bisa dirubah . Seperti kelahiran atau kematian seseorang, datang nya hari kiamat, jodoh dan jenis kelamin.
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا نَفْعًا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ (٤٩)
Artinya : Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". tiap-tiap umat mempunyai ajal[696]. apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya) (Qs. Yunus ayat 49)

b.    Takdir muallaq
Taqdir muallaq adalah ketentuan Allah yang dapat di ubah dengan usaha dan ikhtiar , seperti kekayaan, kesehatan , dan kepandaian atau prestasi.

إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ (١١)

Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
                 (Qs. Ar-Ra’d ayat 11)

3.      Kewajiban Beriman Kepada Qodha dan Qodar
a.       Setiap muslim wajib beriman kepada Qadla dan Qadar. Pengingkaran terhadap adanya Qadla dan Qadar berarti sikap kafir.
b.      Untung ruginya seseorang hanya ada pada kekuasaan dan kehendak Allah. Maka hendaklah kita selalu percaya kepada segala Qadla Allah, sabar atas segala cobaan yang menimpa kita.
c.       Allah menantang siapa saja yang tidak bisa menerima Qadla-Nya dengan ridla dan tidak bisa bersabar atas segala cobaan yang diberikan kepadanya, supaya orang itu mencari tuhan selain Allah.




4.      Ciri-Ciri Orang Yang Beriman Kepada Qodha dan Qodar
Orang yang beriman kepada qadla dan qadar harus memiliki sikap yang positif dalam kehidupan sehari-hari.  Diantara ciri-ciri perilaku orang yang beriman kepada qada dan qadar adalah :
a.      Senantiasa ikhtiar (berusaha) dalam mencapai keberhasilan
Manusia seringkali tidak bisa mengelak atau menghindari suatu peristiwa, khususnya peristiwa yang tidak diinginkan.Manusia juga selalu menginginkan kebaikan dan keberuntungan berpihak kepada dirinya. Namun hal itupun belum tentu ia dapatkan, upaya untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan dan upaya memperoleh sesuatu yang diinginkan adalah dua hal yang harus dilakukan manusia. Maka dari itu manusia harus wajib berikhtiar.
b.      Senantiasa tawakal kepada Allah SWT.
Selain berikhtiar, langkah selanjutnya untuk mencapai apa yang diharapkan adalah bertawakal kepada Allah. Tawakal merupakan kesadaran diri bahwa apapun upaya yang kita lakukan maka hasilnya adalah terserah keapada Allah swt. Tawakal bisa diartikan sebagai penyerahan secara total atas usaha yang telah dilakukan.
c.       Senantiasa bersikap tawadlu’ kepada kebesaran Allah SWT
Tawadlu merupakan sikap rendah diri.Orang yang beriman kepada qada dan qadar Allah tidak patut berbangga atas keberhasilan usahanya.Sebab semua kejadian yang ada di dunia ini atas kehendak Allah.

5.      Perilaku yang Mencerminkan Keimanan Kepada Qodha dan Qodar
a.       Melatih diri untuk senantiasa mensyukuri nikmat Allah
b.      Mendidik diri untuk ikhlas menerima kenyataan hidup dengan hati sabar dan tabah.
c.       Cukup tenang dalam hidup ini, tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan
d.      Melatih diri untuk sabar dan tabah saat usahanya belum berhasil
e.       Selalu meyakini bahwa dari apa yang telah terjadi, pasti ada hikmahnya
6.      Manfaat Iman Kepada Qodha dan Qodar
a.       Sabar dalam menghadapi cobaan dari Allah dan tawakal
b.      Pandai bersyukur dan tidak mudah sombong. Orang yang beriman kepada qada dan qadar akan selalu mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada dirinya.

c.       Yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah kehendak Allah, maka orang yang percaya qadla dan qadar Allah akan menerima dengan kelapangan hati atas segala yang menimpa dirinya.